Rabu, 17 Desember 2014

Mencari Keikhlasan

Ranjau ranjau senja
Saat waktu terang bergulir gelap

Beberapa sibuk merapikan tasnya, kertas-kertasnya
Beberapa sibuk berjalan kaki menuju halte-halte bus
Beberapa sibuk mengobrol di pinggiran jalan bersama kawannya

Sementara aku,
Aku memilih berdiam di salah satu sudut taman kota
Di bawah kerindangan pohon
Dengan seburat orange, cahaya senja

Aku meneguk minuman jeruk dalam kemasan botol
Berharap ia dapat menawar dahagaku

Kududuk sambil mengayun-ayunkan kakiku di bangku taman
Memandang lalu lalang orang berjalan di hadapanku
Menghela nafas berat di tengah teduhnya rindang pohon

Beberapa helai daun kering jatuh di pangkuanku
Tergeletak di atas rok biruku
Kuambil dan ku keluarkan pena
Dan aku pun mulai menulis

"Seandainya ikhlas semudah membalikkan telapak tangan..
Ah.. Tidak-tidak..
Seandainya ikhlas semudah orang mengucapkannya..
Sungguh, mungkin helaan nafasku tak seberat ini."

Dan mataku menerawang, jauh pada beberapa waktu yang lalu..



"Bismillah," ucapku saat hendak memberikan jawaban dari segala pertanyaannya tempo lalu
"Apa jawabanmu? Apakah kamu sudah melakukan shalat istikharah?"
"Sudah," jawabku singkat, tersipu. Kututupi dengan nada-nada datar dari suaraku
"Lalu apa jawabanmu? Aku sudah menunggunya,"
"Hhmm.. Ya, aku pikir. Tapi ini belum benar-benar membuatku yakin, aku baru melakukan istikharah beberapa kali,"
"Lalu..??" tanyanya tak sabar
"Aku pikir aku lebih memilihmu," singkat, dan tak ku embel-embeli lagi kalimat lainnya. Ini sudah lebih dari cukup membuatku berdebar-debar


Beberapa bulan kemudian,
"Kamu pikir menikah tidak membutuhkan modal?" ucapnya datar. Sementara hatiku tak menentu. Aku merasa apa yang kita jalani ini tak membuatku tenang
"Ya, aku tahu. Menikah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Tapi aku pikir dengan kamu mengkhitbahku, ada kejelasan tujuan kita kedepannya. Soal menikah, bukankah Allah sudah menjanjikan rezeki bagi hamba-Nya yang hendak menyempurnakan agama?"
"Kamu itu ga realistis. Meskipun uang bukannya segalanya, tapi tetap saja kita membutuhkannya. Aku tidak mungkin membiarkanmu terlantar saat bersamaku."
"Aku faham, tapi aku tidak mau menjadi penikmat hartamu. Aku ingin bersamamu ketika kamu mencapai kesuksesanmu. Aku ingin menjadi wanita di balik kesuksesanmu selain ibumu."


Satu, dua, tiga masalah mungkin terlewati..
Tapi nyatanya, ketidak tenangan hati ini lebih merajalela..
Ya Rabb, apakah jalan yang kutempuh salah?

Bila ia orang yang tepat untukku, lembutkan hatinya, bukakan matanya agar ia mengerti kegelisahan hati ini
 Bila ia bukanlah orang yang tepat untukku, berikanlah ia pasangan terbaik menurut-Mu, bahagiakanlah ia



Hari ini..
Tepat 3 bulan dari saat aku memutuskan berpisah dengannya
Bukan karna aku tak serius dengannya,
Akan tetapi ia yang tak kunjung memberika kepastian untukku
Dan hingga detik ini juga aku masih meraba mencari ikhlas di hatiku untuk benar-benar melepaskannya

Karna tak dipungkiri,
Hatiku masih menyimpan rasa, yang meskilah salah tapi ia bersemayam dalam hati
Kucoba mengusirnya, tapi harfiah ia tetap berada disana

Sekarang usahaku hanyalah sebatas mengikhlaskan,
Dan meyakinkan hatiku, bahwa Allah yang akan mempertemukanku lagi dengannya jika memang ia terbaik untukku
Dan mungkin Allah akan pasangankan aku dengan hamba-Nya yang menurut-Nya tepat untukku